Buya dan Dajjal
Buya.
Dulu gue gak pernah care ataupun nganggep dia item penting di Smanssu. Yang gue
tau dari dia cuma: anak X2 yang rajin jadi Imam Sholat Isya dan selalu murajaah
hafalan tiap jadi Imam. Gak lebih, gak kurang...
Tapi kemudian semua berubah.. everythings gonna change when
we meet. XI IPA 1.
1 bulan pertama, biasa aja, gue bahkan ga ngucapin apa-apa
waktu dia birthday tanggal 23 Agustus lalu. Di bulan september, atau mungkin
Oktober, kedekatan ini mulai terjalin...
Dia pinter, teramat pinter malahan, daan bagi gue, ada
sebuah landasan: Cowok Pinter itu Seksi. Dia terobsesi besar-besaran sama
Turki. Apapun mata pelajarannya, minumnya pasti teh- ebukan! Apapun
pelajarannya, pasti dia bawa-bawa turki. Sekalipun itu dalam pelajaran Bahasa Indonesia,
disaat dia disuruh untuk bikin surat penawaran atau model surat lainnya yang
kita pelajari di kelas 11, dia pasti, selalu, bahas-bahas Turki. Oke, kalau
Cuma sebatas itu sih gue ga masalah. TAPI, keinginannya juga direalisasikan
dengan belajar autodidak bahasa Turki.
Eh, Eh, cut cut, gue ingat, apa yang bikin kita (mungkin)
sama sama respect:
Waktu
itu pelajaran bahasa Inggris, kita belajar tentang asking and giving advice.
Nah, aturan mainnya, setiap siswa bikin problem mereka masing-masing di selembar
kertas tanpa diberi nama, kemudian dikumpul ke Mam (guru bahasa inggris), nah,
mam akan secara acak memberikan problem kita itu kepada teman lain untuk diberi
solusinya...
Saat itu, Problem yang harus gue solve punya dia.
Problemnya, disamping problem nggak penting kayak gimana cara biar bisa
nguasain pelajaran Fisika dan Biologi, disana juga ada main problem nya; dia
pengeeeen banget nguasain bahasa Turki, akan tetapi, sayangnya smanssu gak
bersedia buka kelas Turkish Club. Nah, mengenai turki ini, gue menjadi yakin
kalau problem yang ada ditangan gue itu milik dia, milik buya, milik orang yang
dari tadi gue bahas tanpa sempat nyebut namanya.
Setelah sebisa mungkin ngasih jawaban terbaik gue. Gue nggak
tau kalau ternyata sesudahnya perasan dia jadi out of control....
Oke,
sekian cerita tentang langkah pertama yang bikin kami deket. Lanjut ke cerita
gue tadi.
Berkat kegigihannya ngelobi waka kesiswaan, Turkish Club
akhrinya lahir. Dan dia dengan sungguh-sungguh belajar turki, sehingga gak
heran, dalam hitungan hari, dia udah bisa nguasain convertation standar harian
turki. Gue, yang pada dasarnya respect sama orang-orang cerdas berkemauan
tinggi, dengan gak pentingnya kadang nanya-nanya vocab Turki. Seenggaknya,
karena sekamar sama Ibim yang notabenenya juga member Turkish Club, gue sedikit
tau salah satu bahasa turki, I Love You: Clean Your Room. Gilak?! Pasti, tapi
gue nggak pernah nganggep masalah ini serius, hingga sampai lah di beberapa
esok harinya, ketika Luthfi muter video learning Turki nya, gue dengan pede
kalau gue bisa bahasa turkinya I Love You, Clean Your Room. Beberapa temen yang
emang ada dikelas waktu jam istirahat ketawa. Luthfi kemudian dengan sabarnya
ngajarin gue, kalau bahasa turkinya I Love You itu bukan Clean Your Room, tapi
Ben seni Seviyorum.!
Hahaa,
gilak. Out of line banget -_-“
Beberapa hari sesudahnya, gue semakin tertarik sama
perkembangan kemampuan turki nya. Gue tertarik, ya, Cuma sampe batas suka sama
kemauannya sih waktu itu, Cuma sukak yaa. Hey, gue udah bilang kan, gue respect
banget sama orang yang pinter, berkemauan tinggi, dan bekerja keras demi
menggapai citanya.
Masalahnya,
tiap gue bawa ngomong, dia selalu nunduk atau apaalah, berupaya mengalihkan
pandangan, ehem, bagian ini sumpah ga enak, gue dikira virus kah? Fine, gue
sadar kalo dia tamatan pesantren, Ar Risalah. Tapi.. ga harus gitu jugak kan...
gue juga heran, belakangan dia seolah ngindarin gue. Apa salah gue?
Panjang ceritanya, akhirnya gue tau dari sahabat laki-laki
gue yang juga temen deket dia. Kalau Luthfi ternyata suka sama gue...
1
2
3
Gue Hening, waktu itu kami lagi cerita face to face dan
duduk diatas bangku. Gue langsung turun, ngeleseh di lantai. “Astagfirullah”...
Harusnya gue seneng, harusnya gue bahagia kalau ternyata
orang yang gue kagumin ternyata naksir gue, dan bahkan dia naksir gue udah
sejak lama, sejak kita pergi lomba bareng ko Bukittinggi.
Ssh, gue coba sekuat tenaga apa aja yang terjadi waktu pergi
bareng itu... nggak ada, nggak ada yang spesial kecuali gue ngasih spirit ke
dia karena dia gak menang waktu LCC. Gak lebih..
Cukuplah informasi yang masih belum bisa gue percaya ini,
gue pergi ninggalin sahabat laki-laki gue ini. Makasih buat informasinya, tapi
entah kenapa, batin gue masih ngerasa ada yang salah, its an impossible if a buya
love a dajjal.
Gue keluar dari kelas, nyari temen deket gue yang lain,
sahabat yang paling hobi curhat sama gue. Kali ini, bukan dia yang nyari gue
dan butuh gue, tapi gue yang butuh dia, dia, sahabat gue yang lain itu, ngajak
gue ke kantin. Kita cerita di kantin...
Gue cerita, tentang issu yang baru gue denger tadi, Buya
naksir gue.
Temen gue itu senyum, dan dengan mantap meng-iya kan gossip
itu. Iya, dia udah cerita sama temen gue itu kalau dia ‘seneng’ sama gue..
HEYHEY! TAPI, gue ini dajjal, gue dikenal sebagai dajjal
atas beberapa alasan, oke, panggilan ini Cuma sebuah julukan sialan yang entah
sejak kapan melekat ya, bukan berarti gue alkafirun. Jangan sampe yaallah
-_-. Kemudian gue nanya, bukannya Buya
itu sukanya sama seorng perempuan muslimah anak kelas X2 ulu? Jawabanyya: iya,
tai itu dulu. Dia seneng sama sikap gue
yang friendly to everybody, dan sejujurnya, dia ngerasa nervous banget
waktu harus berada satu mobil waktu prgi lomba dan gue gak henti-hentinya
bersikap ceria meski kalah. Dia kagum sama gue, hh, just like how i adore
him...
Gue harus apa??
Hey, jadi, artinya, gue pelarian dong? Karena dulu waktu
dikelas X, perempuan yang dia taksir itu gak suka sama dia? Jawabannya lagi:
enggak, dia rela move on dari perempuan itu. Dia Cuma bingung jenis perasaan
apa yang ada dihatinya sekarang buat gue. Blessed. Apa yang salah dari gue?
Bisa-bisanya gue bikin seorang buya terperangkap dalam area dajjal? -_-
Heh, syukurlah kalau emang dia udah mau benerbener move on
dari perempuan itu, tapi masalah selanjutnya datang. Gue sadar gue ini adalah
troublemaker, tementemen cewek pada warning, kalau gue gak boleh main-main sama
seorang buya ini. Tapi gue harus apa? Gue gak pernah bilang cinta kan? Gue Cuma
suka sama kerja kerasnya...
Entahlah, biarkan semua berjalan...
Di bulan oktober, tanggal 27 gue curhat sama sahabat gue,
bilang kalau buya itu nyebelin banget, katanya sukak sama gue? Kenapa malah
ngejauhin gue kayak jijik gitu? Kenapa malah ogah ogahan liat gue gitu?
Kemudian, sahabat gue yang selalu setia dengerin keluh kesah
gue itu jawab, kalau dia dulu di ar risalah gak pernah atau jarang interaksi
sama perempuan lain.. okelah fine, gue ngerti.
Pada tanggal duapuluhdelapan oktober, sore, ada pemandangan
bagus diluar kelas, Dia, ya, Buya, lagi ngomong bareng cewek yang ditaksirnya
waktu kelas 10 dulu. Dan dia jelas-jelas berani liat mata cewek itu. Sumpah
bikin dongkol, jelas banget kalau gue dianggap virus or something like that,
bagaimana bisa dia lancar banget ngobrol banget
sedangkan waktu gue ngomong ga didengerin? -__- ah, alasan kalo dia ga biasa interaksi sama
cewek itu bullshit ternyata.
Jadilah, gue tuangkan dalam bentuk paint
Hari itu sumpah gue badmood. Waktu ketika gue masuk kelas,
dan ternyata Cuma ada dia didalamnya, gue ngedesah berat dan keluar kelas
dengan tampang ogah.
Subhanallah, perbuatan inilah ternyata yang bener bener
diambil hati sama dia. Sumpah dia orangnya sensi banget. Bertambahlah poin
respek gue, masak iya, dia cerita ke sahabat cowok gue itu
“I Think fia angry to me, plese told her that if i had any
mistakes, please forgive me. I dont want fia angry to me” waktu itu anglish day
yaa. Sahabt cowok gue yang baik hati itu pasti nyampein pesan itu dong yaa,,,
Aaaa,. Sejujurnya gue tersentuh karena dia bisa dengan
cepetnya ngebaca kemarahan gue, tapi nginget penghianatan dia udah ngomong sama
perempuan itu di depan kelas, gue jadi benci banget
“I dont care” kata gue ke sahabat gue itu waktu dia cerita
tentang pesan buya.
“You will erase your feeling?”
“Maybe, eeeh, idont know! Idont care! Gue pergi, meski dalam
hati mencak-mencak kagum sama sikapnya yang cepetbanget ngebaca kemarahan gue.
BESOKNYA.....
Pasang mata baik baik buat baca cerita tentang hari ini.
29 Oktober 2013.
Setelah belajar kimia yang sumpek selama 3 jam, akhirnya ada
pelajarn sejarah yang sebenernya gak kalah sumpek 1 jam terakhir, hari ini
giliran gue persentasi. Persentasi tentang upaya merdeka indonesia gitulaah...
Kemudian di sesi opening question, dia nanya. Gue yang hari
itu masih kesel sama dia. Dengan tampang yang gue bikin sejelek mungkin (meski
pada dasarnya udah jelek), jawab pertanyaan dia. Gue jawab pertanyaannya
dingin. Jelas, emosi gue lagi ngalir.
Sehabis jam sejarah, gue lagi bahas soal-soal ekonomi, gue
tetep fokos nunduk sama buku kumpulan soal yang tebelbanget -_-, tapi gue masih
bisa denger kalau Dayat ngajakin Buya keluar. Tapi buya tolak, satu persatu
temen dikelas keluar, sampai akhirnya Cuma 3 orang cewek dan beberapa orang cowok
di dalam kelas. Dan dari belakang, ada yang manggil gue:
“Pie,,,” BUYA MANGGIL
GUE! God, ini kenyataan. Oiya, gue ga perlu explain lagi refolusi nama dari
Fira-Fia-Fieh-Pieh-Pie kan? Panjang
“Pieh, I’m sorry,....” dia ngomong panjang lebar, dan matanya
gak lepas dari mata gue. Dia minta maaf, bilang makasih, dan ngomong panjang
lebarlah pokoknya, dan hari itu yang juga english day, bikin dia tetep lancar
ngomong sama gue. Gue seneng dia berani ngomong sama gue.
HahaAlhamdulillah ya Allah :’)
Terus gue labrak
“Yes, i understand you were graduated from Ar-Risalah, but
yesterday i saw you speak with ‘her’” gue sengaja gak nyebut nama dan memberi
penekanan dalam kata “her”
“yes, but...” dia explain lagi dan gue gak catch perfectly
maksud dia, karena gue udah sibuk sama pemikiran dalam hati sendiri.
Waaaa,,,
Pulangnya, gue curhat sama Ami, my dearest roommate. Ami
mencak mencak
“Wosh, sialan! You are so lucky! You know that seeing
opponent gender eyes is sin right?! And he did it for you!” eh, sejak kapan itu
tergolong dosa? Oke, gue gak tau fakta itu benar atau salah, yang jelas, gue
merasa bersalah udah bikin seorang buya ngelawan rasa takutnya dan belabelain
natap mata gue. Guilty, -_-
Beberapa keadaan setelah itu... dia semakin berani, dia
berani nyapa gue dan nanya pendapat gue buat beberapa hal, dan karena gue
ngasih pendapat “kurang baik” , dia bela-belain berantem sama temennya. Dan
pasti anak sekelas yang perempuan nyalahin gue. Hey, gue nggak tau kapan dia
berantem. Dan gue juga gak ekspektasi kalau pendapat gue ternyata dihargain dan
ditanggepin serius.
2 sahabat cowok gue yang lain juga kemudian tiap hari lapor,
kalau dia finally, perfectly move on dari perempuan itu. Salah satu dari mereka
sempurna manggil gue Kakak Ipar, (wkwk :D) dan yang satu lagi terus-terusan
semangatin gue dari perasaan minder.
Gimana gue gak minder cobak, cewek yang dulu dia taksir itu
adalah akhwat sejati, member pasukan berjilbab dalam yang albaqoroh nya udah
diluar kepala, lah gue? Dajjal yang kalau hari libur bangun siang dan hafalan
standar. Gimana bisa seorang buya move on menjadi lebih buruk gini??
Entahlah, perasaan itu teka teki. Gue nggak tau agan
bagaimna gue kedepannya, yang jelas, gue nggak mau memberi pengaruh buruk ke
dia. Setidaknya statislah, tapi tetep, gue selalu pengen jadi mentari buat
semua orang, buat semua sahabt-sahabat gue...
Makasih bang utuy buat segalanya.
No comments:
Post a Comment