Sunday 29 November 2015

Hilang

Kita mengukir drama tentang perpisahan.
Setiap hari.
Mematri peri dalam diam.

Entah sejak kapan,
kita hanyut.

Sekali lagi tentang hilang,
Harusnya tak ada yang terperikan lagi, bukan?
Iya.
Selamat tinggal.


-23.51
Depok. 29 November 2015.
Hilang
Afifah Safira Melinda
Read more »»  

Sunday 15 November 2015

Sepertinya Aku Terjatuh

Sepertinya aku terjatuh...
Ia membuat gaduh
Genderang rindu ia tabuh
Pun hati yang teguh, dibuat lumpuh.


Sepertinya aku terjatuh...
Pada hati yang terdengar teduh
Pada mimpi yang bergemuruh
.
.
.
Aduh
.
.
Aku. Jatuh.






Depok. 16 November 2015
0:09
Sepertinya Aku Terjatuh
Read more »»  

Saturday 14 November 2015

My 18th Birthday

14 November 2015.
Hari ini Ulang tahun Aira, adik kesayangan gue. yaiyalah kesayangan, orang adik satu satunya. 
Hari ini hari sabtu, malam, which is, malam Minggu.

Pagi ini gue bangun jam 11 pagi. mulai bergerak membereskan kamar yang berantakannya Laa ila ha illalllah. 
Hari ini hari Sabtu, berarti Bis Kuning, a.k.a BiKun, cuma beroperasi sampai jam 14.40.
Wah, gue tiba-tiba mendadak pengen jalan-jalan hari Sabtu.
buru-buru gue mengambil facial wash dan sikat gigi lengkap dengan odolnya. Tanpa mandi, gue meluncur di bis ber-AC hanya untuk sekedar keliling UI
setelah sampai, dan melanjutkan beres-beres kamar, sampai jam 19.00, gue baru mandi. Iya, mandi pertama kali dari pagi.
I take my time as much as i need. put conditioner on, take a bath like a princess. Aih.
I wear the cutest sleeping suit, wear a lovely scarf, put some make up on. i'm ready for my Sat-night=> sitting on the WiFi spot. Lol.

Well, i’m going to tell you my 18th birthday. Old but still gold anyway. My 18th 30 October.

30 Oktober 2015 Pagi.
Gue bangun dengan hati yang sedikit sedih. Ah, biasanya, ulang tahun gue selalu dengan perayaan dan hadiah. Tahun ini? Gue di rantau. Gue bahkan gak yakin ada yang inget ulang tahun gue.
Dari Pagi, gue udah menerima ucapan-ucapan Happy Birthday dari keluarga dan teman-teman SMA, SMP, dan SD. Gue menanggapi pesan tersebut satu persatu dengan ceria.
Zaman sudah berubah, sekarang semuanya terpusat pada komunikasi tidak langsung. Meskipun jauh, mereka tetap bisa menjangkau gue melalui SMS, Line, BBM, Twitter, Ask.fm, Facebook, dan lainnya.
Gue mengkondisikan diri gue untuk bahagia. Mengilusian ucapan mereka adalah nyata dan mereka hadir bersama gue. Gue bahagia dengan itu.

Hari itu, bertepatan dengan UI Ethnovaganza. Event Paguyuban terbesar se UI. Gue ikut meramaikan parade itu. Tapi gue terlalu lelah untuk ikut acara sampai akhir. Gue pun memutuskan untuk pulang lebih dahulu.

Gue duduk di halte.
Membaca pesan dari seorang teman, yang dari siang tadi gue baca berulang kali, pesan Laksa.
Dian Laksana Fitrah, teman laki-laki dari jurusan Ilmu Ekonomi Islam. Laksa berasal dari Sumatera Utara. Padang Sidempuan, detailnya, kalau gue nggak salah mengingat. Laksa punya hobi baca novel, dan bacaan favoritnya, Tere Liye. Jelas, gue langsung excited waktu tau dia pembaca setia Tere Liye. Laksa bahkan udah baca 20 dari 23 novel Tere Liye. Isnt that amazing? Sejak tau kita punya hobi yang sama, baca, kita jadi sering ngobrol bareng. Random shits. Daily activity. Life. Love. Dreams. Amazing
Ya, gue selalu menikmati obrolan klasik seperti itu, walaupun most of the time, kami habiskan dengan: Gue membantah kalimat dia-dia mempertahankan kalimatnya. Hampir selalu begitu.
Laksa mengirimkan pesan yang begitu panjang. I’m touched. Of course. Ini salah satu pesan yang paling berkasan bagi gue hari itu:

Se engganya hari ini biarkanlah kau tetap tertawa meski kau sedih
Kau tetap berbuat baik meski sekitarmu buruk
Kau tetap bersabar meski sekitarmu tak sabar
Kau tetap semangat meski sekitarmu patah semangat
Dan setidaknya untuk hari ini mulailah bermimpi walau sekitarmu terus menghalangimu untuk bermimpi
Sekali lagi selamat memulai tahun yg baru bagi dirimu.

Dengan situasi tadi -sendirian di halte-, setelah membaca pesan itu, gue mendadak merasa lebih sendiri dan lebih sedih.
I mean. Like. This is my day. Dan gue sendirian duduk di halte. Isnt it pathetic? Gue nangis.
Dan masih nangis di sepanjang BiKun menuju asrama.

Sesampainya di asrama. Gue memilih langsung tidur.
Udalah. Cukup untuk hari ini. beginilah ulang tahun gue di rantau. Se sedih ini.

Gue baru bangun dari tidur dan ngerasa laper banget sekitar jam setengah sebelas malem.
Ragu-ragu, melanjutkan tidur atau makan ke kantin.
Gue memutuskan untuk lanjut tidur. Tapi Laksa mati matian mencegah dan menyuruh gue makan dulu ke kantin.
Entah bagaimana, akhirnya gue merasa semakin lapar dan memilih ke kantin.

Hari itu kurang berpihak di gue, kantin-kantin udah tutup. Gue kemudian memilih mmbeli kopi botol, kemudian duduk bergabung bersama teman-teman asrama yang nongkrong seperti mala-malam sebelumnya.

Hari itu juga ada Ajo, Nadhe, dan Lidya. Mereka menenteng speaker ke samping gue. “mau latihan randai”, alasan Ajo.
Gue mengangguk tidak peduli. Gue bukan bagian dari randai.
Tapi
Tiba-tiba
Cahaya lilin datang dari belakang.
Sebuah kue keju-coklat berlilin 18 berdiri cerah. Speaker tadi menyanyikan lagu yang mendukung suasana perayaan mendadak ini.
Gue speechless.
Menangis dalam hati.
Terimakasih teman-teman.

Gue ga nyangka, masih ada yang inget hari ini. it’s my day. Absolutely.

Well,
Hari ini, gue mendapat pelajaran. Gue harus berhenti terlalu menspesialkan sesuatu. Dalam obrolan malam lainnya, Gue dan Laksa membahas topik ini.
Kenapa gue kecewa? Karena gue terlalu menspesialkan hari itu, bukan?
“Coba kalau kau nggak menspesialkan sesuatu. Ketika kau kehilangannya, kau tidak akan sesedih itu, kan?” tanya dia retoris.
Gue tersenyum menngangguk.

Read more »»  

How's Campus, Fi? (1)

Well.
Long time no no no writing.
Yea. This campus-life does take my time, a lot.
Well gue mungkin belum akan nulis lagi kalau-kalau belum di request Oji. Silent Reader blog yang jarang kasih komen di comment box. He asked me directly instead of filled the comment boc. Eleh -_-

Jadi, topik yang akan gu bahas adalah, How’s Campus, Fi.
 Kocak, gue disuruh nulisin lagi throwback pengalaman dari 2 bulan lalu. Ah udah keburu janji, dan lagipula, semakin gue tunda, semakin banyak juga yang akan terlupa. So here’s the story. Go on:

Sampai di UI. Gue harus mengikuti serangkaian daftar ulang. Yajelas lah yaa.
Nah, setelah mengikuti rangkaian daftar ulang, ada agenda yang harus gue ikuti:

LATHIAN PADUAN SUARA
                Sebagai Maba, lo pasti akan dipertemukan dengan Pak Dibyo. He’s a legend. Everyone knows him. Sebelum secara resmi mengikuti upacara penerimaan Maba, which is, sekaligus acara wisuda bagi senior 4 tahun belakang. Di sini, lo akan di kasih sebuah buku kuning. Iya, buku kuning pertama elo, Buku Lagu Wisuda.
Dan lagu-lagi itu yang akan lo hafal dalam beberapa hari ke depan.
Genderang UI
Hymne UI. Everything. Lagu-lagu yang ketika dinyanyikan bersama, for the first time, bikin hati lo begetar dan be like: Omaigat gue anak UI. Dengan perasaan super excited dan mata berbinar. Alhamdulillah.

                For sure, latian padus ini kadang bosenin juga ples malesin banget juga. Beberapa, masih ada yang bandel dan cabut waktu padus.
Here’s the trouble
Ketika masuk Padus, lo akan dikasih kartu absen “DATANG” dan sorenya lo akan dikasih kartu “PULANG”. Sebagai bukti lo udah dateng hari itu.
Total kartu-kartu ini nantinya berjumlah 16. Kemudian, 14 kartu ini, bisa diteukarkan dengan Jaket Kuning. Iya, Almamater kuning mentereng itu. Almamater yang warnanya as bright as harapan bangsa pada mahasiswa. Eak.
14 Karcis padus =  Jaket Kuning

UNFOTUNANTELY. kartu gue ilang 1. Iya. Entahkapan di mana, gue baru sadar di hari H. I swear.
Gue semacem panik gitu. Ah mampus, kan gaseru kalau gadapet jakun.
Gue udah di dalem barisan. Barisan antrian penukaran 14 karcis tadi. Gue melirik ke belakang. Seorang laki-laki dengan perawakan tinggi dan bertampang datar menatap lurus ke depan.
Gue pun kemudian mencoba memberanikan diri
“Ehem. Eh, lo kartunya lengkap, nggak?”
“lengkap sih”
“Eng, gue kurang kartu, 1 aja. 1 lagi doang. Gue boleh minta 1 kartu lo nggak?” dia diam sejenak. Terlihat berfikir dan memperhitungkan
“Gini, lo baris di depan gue deh. Kalau misalnya lo nggak bisa masuk dengan 15 kartu, gue balikin kartunya ke elo. Tapi kalau lo jebol dengan 15 kartu, kartu lo gue pake. Gimana?” gue berusaha memajukan negosiasi.
Dia mengangguk. Terlihat tidak keberatan menyodorkan satu kartu ke arah gue.
“Eh, nama lo siapa?”
-gue se tai itu emang. Minjem dulu tapi lupa nanya nama.
Maka jadilah dia, Dimas-Manajemen 2015. Menyelamatkan gue di jakun day itu.
Dimal boleh masuk dengan 15 kartu, which is also means that, i passed with 14 cards.
Ini gue, di hari pertama penerimaan jakun. Isnt this exciting?
Makara –Lambang UI- itu beda-beda per-fakultas. Gue, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, memegang makara abu-abu. Ada 4 items yang bakalan lo terima di hari itu: Jakun polos, topi, makara, bros (Makara dalam bentuk pin up)
Makara itu harusnya di jahit. Tapi karena gue (dan hampir semua Mahasiswa Baru) ngerasa moment ini perlu diabadikan, semuanya mendadak kreatif. Ada yang menempelkan makara ke jakun dengan double tip. Ada yang menyematkan makara ke jakun dengan pin up tadi.
Gue? gue termasuk ke dalam golongan yang menyematkan makara dengan safety pin ala-ala makara tadi. Makanya jadi gantung gini makara gue. WKWK LOL




After Jakun Day.
It starts.
OPK
Ospek Fakultas.
                Hari itu kami disuruh berkumpul dengan dresscode abu-abu. Greypride. Warna abu-abu bermakna penting bagi FEB.
                Hints: kalau ntar lo masuk UI, makesure lo at least punya baju yang sesuai dengan warna makara fakultas. Karena biasanya bakal banyak acara gathering yag make dresscode warna makara masing-masing. Biar kalo lo nyasar, bisa keliatan lo itu maba apa. Maba putih- FIB, maba Abu-FEB, Maba Jingga- FISIP, Maba merah-Hukum, and many others.

                Hari itu, tanggal 8 Agustus 2015.
Berdasarkan pemberitahuan yang gue terima semalam, kami akan mengadakan pertemuan perdana tanggal 8 Agustus 2015 di FEB.
                Udah hampir sebulan di UI, gue masih belum hafal di mana-mana aja fakultas di UI. FEB sekalipun. Satu satunya tempat yang familiar bagi gue adalah balairung. Iya. Cuma balairung. Titik point pertemuan pertama. Lokasi padus berlangsung.
                Fortunately, gue juga punya temen, Romi. Manajemen-FEB. Romi juga Imami (Ikatan Mahasiswa Minang). Gue janjian bareng Romi biar ke FEB bareng.
Romi pengadaptasi yang baik. Dia lihai dan tahu tempat-tempat dengan cepat. Gue tenang kalau udah jalan bareng Romi, at least gue tau gue ga bakal nyasar, sekali pun nyasar, at least dia anaknya tenang banget dan nggak panikan, sekaligus bisa menangkan dengan baik.
                Gue ketemuan sama romi di Masjid UI, also known as Masjid UI. Kita mulai jalan jam setengah 1. Walaupun menurut intruksinya ngumpul jam setengah 2.
                Gue dan Romi berjalan pelan dan santai. Kami (seharusnya) masih punya banyak waktu. Sambil jalan, Romi menjelaskan kalau gue harus RegOl (Registrasi Online). He knows a lot. Bahan ketika gue bahkan belum tau apa-apa mau ngapain. Dia udah tau doesn-dosen zonk mana yang sebaiknya nggak lo pilih waktu ambil kelas.
                Gue berkutat dengan HP sambil jalan. Mengisi form isian data mahasiswa online. Sampai tiba-tiba
“bikin 2 banjar, dek!” gue mendongak. Seorang senior dengan Jaket Kuning entah bagaimana sudah berderet di depan, dengan jarak kurang lebih 1 meter masing-masingnya.
Gue mendongak menatap Romi (NB: tinggi romi 180 lebih kayanya) mengisyaratkan: ‘ini ngapain sih?!” Tapi Romi juga menatap dengan wajah tak kalah bingung
“Tidak ada yang mengobrol, dek!” teriak senior yang kami lewati lagi.
Ah
Gue mulai dongkol

...
(To be continued)




Read more »»