Showing posts with label Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Cerpen. Show all posts

Sunday, 27 July 2014

Welcome To Seoul

Welcome to Seoul
Syifa menatap langit-langit kamarnya. Menunggu. Selarik kabar dari Tao yang belum juga hadir. Jam dinding di ruang tengah berdentang 12 kali. Tepat. Jam 12 malam. Dan masih saja, sebaris berita yang dinantinya itu belum juga terdengar.

“Oppaaaaaaa!!!” memecah keheningan malam, ia berteriak, terlalu lelah rasanya. Bukan sekali dua kali Tao begini.

“Kak Syifa dieeeem. Gue mau tiduuur!” adik laki-laki Syifa, Tafe, protes dari kamarnya yang tepat bersebelahan dengan kamar Syifa.

Syifa tak menggubris seruan jengkel Tafe. Memilih melanjutkan berkelana di twitter, mencari kabar tentang konser Tao di korea malam ini.

“konsernya udah selesai 1 jam yang lalu... Oppa! Kau kemana! Kenapa tak memberiku kabar!” lebih pelan Syifa berteriak pada wajah Tao yang menempel di backgroung gadgetnya.

Hampir 1 tahun. Tanpa terasa hubungan LDR ini sudah 11 bulan ia jalani. Siapa sangka ia yang dulunya Cuma gadis yang tidak terlalu tertarik dengan korea-apalagi exo-apalagi Tao kini berhasil menjadi pujaan hati Tao. Mengalungi status “kekasih hati” dimana jutaan Syifa-Syifa yang lain bermimpi untuk mendapatkan status ini.

“drrtt.. drrtt” Handphone gadis 17 tahun itu bergetar. Dengan segera ia merenggut lalu menjawab sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Nomor luar negri. Darimana lagi, kalau bukan, Korea.

“Yeoboseyeo?”

“Yeoboseyeo! Syifa!”

“Oppa!”

“Ya. Chagiya, maaf, maaf sekali, pasti kau sudah menunggu lebih dari 1 jam”

“Apa yang terjadi dengan ponselmu?  Kenapa menghubungi dari nomor ini?”

“Itu yang akan aku jelaskan. Maaf, tadi, sehabis konser, saat aku dan 11 member lain turun dari panggung. Aku berniat untuk langsung menghubungimu. Tapi sayangnya, saat aku baru   mengeluarkan HP dari kantongku, aku tak sengaja tersandung, handphone itu jatuh, dan yaaa, kau pasti mengerti betapa sesaknya kumpulan penggemar. Untuk melihat kearah mana hp itu jatuh pun aku tak sempat. Aku membeli hp baru. Maafkan aku terlambat mengabarimu, chagiya”

“Yaa, Oppa. Bisakah kau sedikit lebih berhati-hati? Perhatikan keselamatanmu. Beruntung Cuma HP yang terjatuh kali ini. Bagaimana jika tubuh mu sendiri yang jatuh dan terluka?”

“Ah, lagipula aku sekarang baik-baiksaja dan sedang menelponmu sekarang, bukan?” ucap Tao yang tidak dijawab apapun oleh Syifa.

“Syifa”

“Ya?”

“hampir 1 tahun. Kau ngat?”

Syifa terdiam. Tersenyum. Bagaimana bisa aku melupakan hari itu Oppa?! Dalam hati ia berteriak. Hari dimana ia yang sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan exo, tapi terpaksa harus menemani Willa, sahabatnya untuk menonton konser Exo di Indonesia. Penonton-penonton penggemar exo begitu heboh malam itu .dan secara tidak sengaja, ditengah keriuhan konser , seorang fanboy menumpahkan segelas soda ke baju Syifa.

Syifa tersenyum lebar ketika ia mengingat kejadian setelahnya,

ia langsung mengamuk dan meneriaki fanboy yang tidak sengaja itu. Syifa diamankan ke belakang panggung. Dan saat itulah, pertama kali ia melihat Tao secara langsung. Dan selanjutnya, terjadi begitu saja, seolah fraktur takdir memang tak ada yang sia-sia. Setiap garis tergurat dengan sebuah alasan. Kenapa hari itu ia mau menemani Willa yang tergila-gila dengan Chaenyol Exo, mengapa ia langsung marah saat seorang fanboy tanpa sengaja menumpahkan soda ke bajunya, dan juga mengapa ia diamankan ke belakang panggung dan bukannya di ruang security. Sebuah takdir yang terbungkus rapi untuk mempertemukan ia dengan pria seperti Tao.

“Chagiya?”

“...”

“Syifa...”

“...”

“Syifa!” Tao memanggil Syifa lebih keras

“yaaa. Kau tidak perlu berteriak-teriaaaak!”

“kau diam dan tak menghiraukanku selama 10 menit. Ada apa? Kau melamun?”

“ah! Tidak, lupakan saja. hoaamz”

“kau menguap? Omo! Kalau aku tidak salah memperkirakan, ini sudah jam 1 tepat di Indonesia. Kau harusnya tidur!”

“harusnya aku yang mengingatkan mu tuan Hwng Zi Tao. Jika disini jam 1 malam, itu artinya di korea  jam 3 malam. Salahkan dirimu yang menelfonku selarut ini!” ucap Syifa ketus

“ah dasar! Cobalah bersikap sedikit manis kepadaku. Tunjukkan kelembutanmu sebagai perempuan. Kau malah menyalahkanku” Tao merengut

“yaak, setidaknya itulah daya tarikku yang membuat kau terpikat”

“baiklah. Kau menang” Tao mengalah dengan suara yang lebih lembut

“yeay!” syifa bersorak senang

“setidaknya aku lebih senang mendengar tingkah kekanakanmu yang bersorak seperti itu daripada kau yang bersikap ketus!”

“Yaaak! Oppa!”

“Syifa, ada yang harus aku beritahu. Tapi tolong jangan berteriak. Ku mohon”

“Ne. Mwo?”

“Eng, aku lupa!”

“Yaaak, Oppa, kau tahu aku paling tidak suka dibuat penasaran. Cepat beritahu aku atau aku akan datang ke Korea dan menggedor pintu kamarmu saat kau sedang terlelap!”

“Datanglah”

“Oppa, aku tidak bercanda”

“aku pun tidak bercanda, itu yang ingin aku sampaikan. Datanglah. Untuk merayakan hari jadi kita yang setahun”

“Oppa... kau...”

“Syifa. Aku ingin kau datang. Tiket ke korea sudah aku kirim kemarin. Harusnya tiket itu akan sampai pagi ini. Aku mengirim 3 tiket. Silahkan ajak siapapun yang kau mau untuk menemani. Selama itu teman perempuanmu. Satu minggu lagi hari jadi kita. Dan aku ingin kita merayakannya bersama”

Syifa kehilangan kata-kata. Tidak, tidak mungkin. Apakah ini mimpi? Ia akan bertemu lagi dengan Tao? Ini akan menjadi hebat!

“OPPA KAU SERIUS? AAAA SARANGHAEYO OPPA. AKU PASTI AKAN DATANG. DAN. AH. OPPA. YOU’RE JUST AMAZING. OMO! AKU BAHKAN BELUM MENYIAPKAN KADO APAPUN UNTUK HARI JADI KITA. AH TIDAK, AKU HARUS MENYIAPKAN SEGALANYA!  OPPA. SELAMAT MALAM! TERIMAKASIH ATAS HADIAHMU. GOOD NIGHT. ---Tuuts”

telepon diputus. Tao menggeleng-geleng melihat tingkah gadisnya. Gadis yang selalu ceria itu. Gadis yang disayanginya. Yang membangun pilar-pilar pertahanan hingga ia rela meski harus menjadi distancer. Menjalani hubungan jarak jauh ini.

*1WEEKSLATER*

Syifa dan Willa sampai di bandara Incheon. Bandara terbesar di korea Selatan. Syifa dengan setelan mantel kulit coklat yang senada dengan rambutnya sedikit menggigil kedinginan. Musim salju di korea memang indah. Setidaknya jika dibandingkan dengan Indonesia yang tidak memiliki musim salju sama sekali.

“Syif, Tao mana?” Willa bertanya sambil memasang sarung tangan dongker yang dibawanya dari Indonesia

“Gatau deh ya. Gue telfonin ga aktif ini nomernyaaa”

“tadi terakhir dia bilang apa sama lo?”

“dia Cuma bilang kalau gue gak perlu khawatir kalau gue udah nyampe bandara. Ntar dia sendiri yang jemput gue, terus dia bilang dia bakalan kasih salam selamat datang di Korea yang ‘tak kan terlupakan’ katanya. Tapi mana ya? Duh. Ga lucu ah! Gue gatau jalan apa-apa di sini. Orang tulisan plang jalannya tulisan korea semua. Gue ga ngerti ah!”

“telfonin lagi cobaaak” desak Willa yang mulai khawatir

“ini gue udah coba dari tadi Will, gak aktiiiiif”

“Syifa!” seorang pria berambut pelangi nyentrik berlari kearahnya

“Will, itu siapa???” bisik Syifa

“YA AMPUN SYIF! PERCUMA ELO JADI PACARNYA TAO TAPI GAK KENAL MEMBER EXO YANG LAIN. ITU SEHUN SYIF! SEHUN!”

“Oiya gue pernah denger namanya kalo gasalah”

Sehun semakin dekat dan memanggil Syifa lebih keras

“Syifa, dan, ya, kau,,”

“Willa” dengan segera Willa menyebutkan namanya ketika Sehun menyiratkan wajah kebingungan

“bukankah seharusnya kalian bertiga?”

“tidak, Sehun. Aku hanya membawa 1 orang teman. Mana Tao?”

“ya! Itu! Hyung! Kau harus ikut denganku!” Sehun langsung terlihat kembali panik “tunggu disini, aku akan membawa mobilku kearah sini. Kita harus cepat!”

Syifa dan Willa hanya saling berpandangan. Rasa penasaran dan gelisah menyeruak di hati Syifa. Dimana Tao? Apa yang terjadi? Kenapa ia tidak datang sendiri menjemput? Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?
‘ciiiit’ decitan mobil Sehun yang mengerem secara mendadak menimbulkan bunyi yang cukup mengganggu. Cukup keras untuk membuyarkan Syifa ditengah lamunan dan fikirannya yang sudah mulai benar-benar khawatir. Segera ia menyambar masuk ke dalam mobil Sehun. Dan dengan kecepatan tinggi pula Sehun menyetir mobilnya

“kita akan kemana? Ah , Tidak, jawab ini terlebih dahulu! Dimana Tao? Apa yang terjadi padanya? Mengapa bukan dia yang datang? Ada apa? Kenapaa?--”

“Yaa! Seingatku, Hyung bercerita kau ini sangat ceria. Bukannya cerewet!”

“JAWAB AKU!”

“kau bahkan tidak selembut cerita Hyung selama ini!”

“SEHUN!!” serentak Syifa dan Willa meneriaki Sehun agar segera fokus dan menjawab pertanyaan Syifa. Tapi Sehun hanya diam, ia kembali menyetir, wajahnya menampilkan raut khawatir sekali lagi. Sungguh, Syifa benar-benar benci dengan raut cemas itu sementara Syifa sendiri tak tau alasan apa dibalik kecemasan itu. Tak lama sesudahnya. Mobil mereka berhenti di sebuah Rumah Sakit

Syifa terdiam. Kakinya serasa memberat. Hatinya terasa dingin dan menusuk. Kemungkinan terburuk yang dari tadi terbesit dibenaknya mendekati benar. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Tao

“maaf, Hyung berniat menjemputmu. Dia begitu bersemangat pagi ini. Tapi...” Sehun menarik nafas. Meskipun mobilnya sudah berhenti di halaman rumah sakit ini. Tapi tak satupun di antara mereka yang berniat turun. Sehun memalingkan wajahnya, tak tega rasanya bila harus melihat ekspresi Syifa ketika ia mengatakan kalimat yang harus dikabarkannya

“Hyung kecelakaan...”

Seolah detik berhenti. Butiran bening jatuh begitu saja dari mata Syifa. Dadanya sesak. Ini sangat kejam! Pertama kali ia menapakkan kaki ke Korea dengan ratusan bunga harapan, seolah semuanya layu dengan setetes siraman berita ini.

Willa menutup mulutnya dengan tangan. Merasakan kepedihan yang dirasakan sahabatnya. Kerinduan yang dipendam selama satu tahun, dan ketika rindu itu hampir menguap diterpa harapan sebuah pertemuan, harapan itu hilang.

Pertemuan yang sangat diinginkan sahabatnya. Pertemuan yang membuat Syifa tak bisa tidur berhari-hari memikirkan apa yang akan dilakukannya dan apa yang harus ia kenakan di hari pertemuan, kini menjadi pertemuan pahit yang paling tidak diinginkannya.

Sehun membuka pintu mobil. “Ayo!” singkat ia mengajak Syifa dan Willa untuk ikut dan masuk kedalam rumah sakit itu.

Syifa tak pernah menyadari bau rumah sakit bisa sesakit ini. Bau obat-obatan ini serasa memenuhi paru-parunya. Bau darah yang juga tak kalah menyengat serasa menampar. Membuat hatinya sangat takut. Takut jika bau darah ini adalah bau darah yang diteteskan Tao. Takut jika sebersit rintihan yang tertangkan di telinganya adalah rintihan tao..

“Hyung masih belum sadarkan diri. Ia masih di ICU” Sehun berkata pelan. Berharap agar ia bisa segera sampai di ruang ICU

“itu Hyung...” Sehun dan Willa berdiri terpaku ditempat mereka. Membiarkan Syifa yang maju dengan perlahan. Matanya tak lepas dari Tao dan kepalanya yang berbalut perban. Selang oksigen membelit tubuh Tao.

“Oppa...” bisiknya beserta satu langkah yang makin mendekat...

“oppa... kau jahat! Aku tidak datang untuk melihatmu sakit! Tidak bisakah kau mendengarkanku untuk sedikit lebih berhati-hati?! Lihat apa yang terjadi! Aku takut Oppa!” Syifa berbicara pelan. Airmatanya terus mengalir. Tangan Syifa menggenggam tangan Tao yang masih terlihat tidur nyenyak

“Oppa bangunlah... aku ingin kita pergi jalan-jalan.. menikmati musim salju bersama.. menghabiskan sepanjang sore bersama... Oppa bangunlah...”

“Cha..gi..ya..” bibir Tao bergerak. Menyerukan hal yang paling ingin didengar Syifa saat itu “Syi..fa..?”

“Oppa kau bangun?! Suster! Suster! Syifa segera panik. Takut kesadaran Tao yang hanya beberapa persen ini akan hilang kembali

“Oppa bertahanlah. Kau kuat! Syifa menggenggam tangan tao lebih erat lagi

“Wel..come.. to.. Seoul...” bisik Tao pelan. Genggaman tangan itu melemah. Seorang suster segera menarik Syifa untuk keluar dari ruangan itu.

---
dedicated for Syifa dan segala kegilaannya untuk Tao :*
Read more »»  

Thursday, 8 August 2013

Seutas Restu (Rafna)


Seutas Restu
“Ma,ini foto waktu kapan?” mata bulat Rafna mengerjap lucu, bertanya pada bundanya yang sedang memangkunya.
Hening sesaat, helaan nafas berat terdengar dari Nadya, raut mukanya langsung berubah tidak suka.
“Maaaa....” Rafna kembali mengguncang-guncang tangan Nadya, memaksa agar Nadya kembali bercerita
“Ini waktu...”
‘Drrtt...’
Belum lagi Nadya mulai bercerita, handphone yang terletak dihadapannya sudah bergetar. Ia  sejenak menatap layar HP itu dan langsung tak berselera untuk menjawab.
Sepele. Masalahnya hanya sepele. Nadya merajuk karena suaminya, lupa bahwa hari ini hari ulang tahun nya. Jangankan kado, seuntai ucapan selamat pun tak diterimanya..
Ah, meningatnya Nadya jadi semakin kesal.
***
Rafi kembalimerapikan ujung rambutnya yang mengusik matanya tertiup angin. Dalam hati ia merutuki mengapa ia tidak menghabiskan saja sekaleng minyak rambut agar rambut sialnya itu tak mengganggu hari bersejarah baginya ini.
Sudah hampir sepuluh menit ia berdiri di pitu rumah Nadya. Sekali lagi, ia meraba sakunya. Aman, kotak cincin itu masih di situ. Cincin yang akan ia sematkan di jari manis wanita muslimah pilihan hatinya. Nadya Okta Mulyani.
‘tok tok tok..’
Akhirnya kebenranian itu muncul. Rafi mengetuk pelan tapi pasti pintu rumah yang bewarnacoklat itu. Tak lama kemudian. Seorang ibu yang masih terlihat muda membukakan pintu dengan senyum yang mengembang.
“Eh.. nak Rafi.. jadi juga buka barengnya. Ayuuk, masuk. Tante udah masak makanan favorit kamu. Kata Nadya, kamu paling suka semur ayam kan? Nah, cobain deh masakan tante kamu pasti ketagihan!” sambutan yang hangat dan bersemangat seolah ikut mencairkan ketegangan di hati Rafi. Ia menurut saja waktu ibu Nadya merangkulnya masuk ke dalam rumah.
“sebentar yah, tante nyiapin meja makannya dulu” Ibunda Nadya segera berlalu.meninggalkan Rafi yang duduk canggung di sofa hijau empuk yang tiba tiba terasa kaku baginya. Dingin dan cemas hati Rafi melumpuhkan kinerja otaknya untuk merasa enjoy. Keringat dingin mulai menetes satu persatu ketika Nadya tak kunjung muncul. Nyalinya semakin ciut. Perutnya seakan melolong memaksa agar kembali ke rumah saja. Mata hatinya menatap memelas pada jam dinding yang masih menunjukkan setengah jam sebelum berbuka puasa. Perutnya kembali meraung, bukan karena lapar, melainkan karena kenop pintu kamar Nadya yang terletak tepat dihadapan bangku yang ia duduki bergerak. Menandakan ada seseorang ada didalamnya, mungkin. Dan kemunginan ini akan lebih baik lagi kalau Nadya berkenan keluar kamar secepatnya
Pintu kamar terbuka, bocah berusiakira-kira empat tahun berjalan keluar.
“Hufft...” Bukan Nadya! Tapi Naifa! Adik perempuan Nadya.
“Bang Lapiii....” bocah kecil itu dengan riang segera menghambur ke pelukan Rafi.
“Naifa....” Rafi balas tersenyum dan memapah Naifa agar duduk dipangkuannya.
“Naifa puasa nggak?”
“Iyaaa, Naipa puasaaa, Naipa kan pintell...” bocah cadel itu menjawab bangga, mengacungkan kedua jempolnya ke wajah Rafi
“beneran? Yaah, puasa ya.. padahal Bang Rafi bawain coklat loh?”Rafi mengeluarkan bungkusan coklat yang sudah ia siapkan untuk Naifa dari saku jaketnya, melemparkan senyum menggoda pada Naifa.
“Naipa gak puasaaaa, naipa mau makan coklaaaaat” bocah kecil itu segera melonjak dari pangkuan Rafi dan menyambar coklat kesukaannya.
“Bilang apa sama bang Rafi?”
Bukan! Bukan Rafi yang barusan berbicara, mata Rafi dan Naifa serentak menoleh, mendapati gadis cantik berkerudung biru muda dan baju gamis biru muda pula.Sudah berdiri dihadapan mereka.
“Eh, kak Nadya. Iya, makasih bang Lapi... oiya bang Lapi, Naifa macuk dulu yaa” segera Naifa meluncur dari pangkuan Rafi dan menyusul ibunya di dapur
Sepeninggal Naifa, Canggung itu kembali menusuk. Rafi segera bangkit berdiri. Sungguh, Nadya selalu cantik dimatanya, tapi pesona yang mengalir saat gadis ini bersamanya dirumah Nadya, ada getar pesona yang hebat seakan menampar Rafi.
“N..Nad..”
“Hai, fi. Udah lama nyampe? Maaf nunggu ya, tadi aku beres-beres kamar dulu...”
“Ngga papa kok Nad...”
Hening. Hening yang panjang.
***
“Nadya.. Rafi.. 10 menit lagi buka, kita ke meja makan yuk” Ibu Nadya seakan malaikat karena  memutuskan keheningan yang canggung antara dua sejoli ini.
“Yuk fi!” ajak Nadya sambilmemberikan seulas senyum
Hati Rafi kebali mencelos melihat senyum hangat itu. Ia merasa dirinya begitu konyol karena terlihat begitu salah tingkah. Satu sisi ia merutuki ke-salah-tingkahannya, tapi di sisi lain ia rela untuk terus salah tingkah asalkan terus dianugrahi senyum malaikat ini. Tak ada sedikitpun penyesalan. Yang ada hanya rasa bangga dan syukur yang tak terkira. Hatinya semakin mantap.ia merasa beruntung mempunyai pacar pertama dan mungkin yang terakhir, jika saja ia berhasil mendapat restu dari bunda Nadya malam ini.
***
“Nad, itu minum yang di teko, tuangin ke gelas yah” seru bunda Nadya yang sibuk mengganti baju Naifa yang baru saja selesai mandi
“Ia bun”
Nadya menuangkan air teh kesatu per satu gelas yang ada di meja makan ini. Tak terkecuali ke gelas Rafi. Tangannya sedikit gentar, cemas, dan ragu, hingga Rafi menyodorkan gelasnya lebih dekat lagi. Tangan Nadya semakin gemetar. Ingin rasanya Rafi menggenggam tangan itu dan menuntunnya. Tapi tidak! Rafi sendiri yang sudah bersumpah pada dirinya untuk tidak menyentuh gadis ini sebelum ia halal baginya.
                Perlahaan, akhirnya Nadya mampu juga menuangkan air teh itu.
“Makasih, Nad” Nadya hanya menjawab dengan anggukan kecil yang tersipu.
***
Waktu terasa berjalan lambat bagi Rafi, lambat sekali! Sangat lambat! Ia terus menantikan waktu yang tepat untuk memotong pembicaraan keluarga kecil ini yang asik membicarakan wisuda kuliah Nadya dan Rafi Bulan depan. Ya, Bulan depan mereka sudah di wisuda, dari jurusan dan fakultas yang sama. Teknik Komunikasi UI!
Hening sejenak, munkin Nadya dan bundanya sudah kehabisan bahan cerita. Saat inilah, saat ini waktu bagi Rafi untuk mengutarakan perasaannya.
“Ehm, Bun”
“Ya nak?”
“Jadi... Rafi sama Nadya kan udah jalan lamacnih bun, udah masuk enam tahun sejak kami jadian dua puluh agustus waktu kelas satu SMA dulu..”
“terus?”
“Rafi mau minta restu bunda...” ucapan Rafi menggantung. Menyisakan diam yang menohok dihati dua wanita di bangku meja makan itu, Nadya dancBundanya.
“ini bukti keseriusan Rafi Bun” Rafi menyodorkan kotak cincin yang sudah sejak awal tadi terasa memanas di saku jeans nya.
Nadya tersenyum bahagia “alhamdulillah” bisiknya lirih dan nyaris serempak dengan bunda.
Bunda Nadya mengannguk. Alhamdulillah! Seutas Restu yang mengganjal di hati Rafi akhirnya terkabul! Seutas Restu yang memacetkan peredaran darahnya. Seutas restu yang menjadikan bernafas serasa sulit. Seutas restu yang menyebabkan lambungnya tetap bergolak meski sudah berbuka. Seutas restu yang kini mematri kebahagiaan di hatinya. Hari ini, 2 agustus, lamarannya diterima! Ia direstui!
***
“oooh, jadi ini foto waktu papa abis ngelamar mama? Di rumah mama ya? Ini nenek ma? Wah, nenek cantik ya ma, waktu muda.. eh, ini tante Naifa ya maa? Wah, Tante Naifa kecil” Rafna heboh sendiri melihat foto yang dibidik sesaat sebelum Rafi pulang setelah mendapat restu.
HP Nadya kembali bergetar, dengan melirik sekilas gambar yang mengerjap-ngerjap di layar HP nya saja ia sudah tau betul, itu Rafi, suaminya. Segera Nadya menekan tombol merah dan mematikan HP nya. Nadya kesal dan muak. Untuk ukuran gadis yang senang diberi surprize, Rafi tidak seharusnya melupakan hari penting ini!
“blitz” seketika lampu mati.
“Mamaaaa” Rafna segera berteriak karena kaget
“Iya sayang, mama disini!” Nadya menggenggam erat tangan Rafna. “Ah, ini sekringnya pasti bermasalah lagi, papa kamu tuh, mama udah bilangin dari minggu lalu buat benerin sekring nya tapi ditunda-tunda terus, jadi sering mati gini kan! Sabar ya sayang, mama ngidupin sekring nya dulu keluar.” Nadya berdiri dan menuju ke stop kontak sekring rumahnya yang terletak di luar rumah. Dengan cahaya HP yang remang ia membuka kunci pintu segera. Saat pintu terbuka
“Happy Birthday Nadya.. Happy birthday Nadya, Happy Birthday Happy Birthday, Happy birthday Nadya...” lampu rumah itu langsung hidup terang benderang seiring dengan terbukanya pintu. Nadya terpaku, kini dihadapannya ada Rafi, Bundanya, dan Naifa.
“Maaf ya sayang, udah bikin kamu jengkel seharian. Kami nyiapin ini khusus buat kamu”  Rafi mendaratkan kecupan kilas di kening Nadya
“semoga, kamu menjadi istri yang semakin sholehah dan selalu pengertian”
“Kak Nadyaaa, Happy Birthday yaa” Naifa menghambur ke pelukan Nadya.
“Selamat ulang tahun ya, nak” Bunda menepuk bahu Nadya
Nadya masih hening. Ada ribuan kata cinta, haru, dan terimakasih yang bersorak di hatinya saat ini. Tapi entah ia akan memulai dari mana. Malam ini, menjadi malam indah keduanya bersama keluarga yang ia cintai setelah malam lamaran itu, malam dimana seutas Restu itu mengalir.


Dedicated for ma best frien evah {} Cikunuk! Na-de-o: Nadya. Inspirated by your true story, when having  a –break-fast-tugeder-. Pesen gue: Nad, Fi, Ami, Abi, *cielah. Kalian jangan hobby berantem lagi yaah... harus tetap damai. Gue sumpah kagum sama prinsip Rafi yang kata nadya mau  nunggu ampe nadya halal buat dia. Gue kira yang begituan Cuma ada di arab-arab sono. Eh taunya temen gue~..  oiya, nama Rafna, yang dicerita ini jadi anak kalian, gue dapet dari gabungan RAFi- NAdya. semoga 9 tahun kedepan jadi yaa :D. Amen. Go Rafna Go Rafna Go!

Read more »»  

Ketika Fella Pergi (Ryella)


Ketika Fella Pergi

To: Honey
Aku ga suka kamu deket sama Aldi gitu
Singkat, padat. Ryan sudah tak bisa banyak berkata kata lagi.Ia sedang kesal! Pesan singkat itu segera dikirimnya pada belaha jiwa di Bukittiggi sana, Fella.
Sekali lagi Ryan membaca satu per satu metion di twitter Fella yang sedang dibajaknya. Mention dari Aldi mendominasi.
“Udah lah yan, kalau gue baca sih ya. Itu mention biasa-biasa aja. Lu aja yang overprotective” Laras, kakak perempuan Ryan yang dari tadi menghadapi kekesalan Ryan terus berusaha menengahi.
“Biasa apa nya, kak! Orang si Aldi sialan itu sok perhatian gitu! Nanya Fella udah makan lah, apalah! Ah!”
“Lah, itu tuh, kan lo sendirinya sadar. Yang kegenitan itu ya cowok yang gangguin Fella, siapa tadi itu namanya? Alfi?”
“ALDI!”
“ah, ya! Aldi. Lah, kan Aldinya yang kegenitan, ngapain Fella yang lo ambekin?”
“Ya harusnya Fella ga ladenin dia!”
“Ah! Gila lu yan! Kalo lo mau se over protective gini sama Fella, jangan LDR dong! Kalolo emang ga suka Fella temenan sama laki-laki, lu harusnya ada di sisi dia setiap saat. Lah ini? Lu di Padang, Fella nya di Bukittinggi. Payah lo. Bikin puasa gue ampir batal aja!” Kak Laras akhirnya menyerah pada ego adiknya dan memilih untuk membiarkan Ryan belajar berpikir jernih
‘drrrt’
One Message Received
Honey
Melihat Nama kontak Fella di pemberitahuan pesan masuk, hati Ryan semakin kalut. Tidak, tidak saat ini. Saat ini hati Ryan belum cukup lapang untuk mendengar penjelasan apa-apa.
“maaf Fel” bisik Ryan lirih dan langsung mematikan HP nya.
***
                Sudah 2 hari semenjak Ryan mematikan HP-nya. Dan ketika ia merasa hatinya sudah mampu untuk mendengar dan memaafkan Fella, keberuntungan tidak berpihak padanya.
“HP Sialan!” Sekali lagi Ryan membuka baterai BB nya itu dan mencoba menghidupkan. Hal yang sudah ia lakukan berulang-ulang dari tadi.
“Eh, kemenyan! Apa lagi sih? Sumpah dari tadi lo itu ribut banget!” Kak Laras yang merasa terganggu langsung menggebrak kamar Ryan dan langsung buser.
“HP gue kak”... Ryan kehabisan kata. Mungkin telah pasrah. Lelah, karena dari satu setengah jam tadi yang ia lakukan tetap sama. ‘meng-operasi’ HP nya agar segera hidup kembali
Kak Laras langsung mengambil alih HP dari tangan Ryan.
“ini BB lo kenapa bisa mati total gini?”
“terakhir gue pake sih 2 hari yang lalu. Waktu ada SMS Fella masuk, gue langsung matiin nih HP. Dan sampe sekarang belum mau idup!” Ryan memilih untuk menghempaskan tubuhnya ke kasur.
“Ya udah, biar ntar gue tanya ke Taufik. Ntar malem gue sama Taufik mau jalan, buka bareng. Kali aja dia bisa benerin”
“Beneran kak! Aah! Laras! Thank you so much much! Ga sia sia lo punya pacar yang punya counter handphone! Malaikat beneran lo kak”
“Nyeh, lagak lo. Giliran butuh gue aja, baik banget. Ya udah. Lo diem, jangan teriak teriak lagi. Gue puyeng dengernya.
“Anything for you siztah!”
Malamnya, Kak Laras kembali masuk ke kamar Ryan
“Kemenyan, gue punya kabar buruk buat lo”
“Ngetok dulu sebelum masuk bisa kali kak!”
“BB lo nih. Kata Taufik, BB lo bisa bener kira kira semingguan lagi”
“Apa?! Ah, becanda lo kak!” Ryan langsung terlihat gusar
“Yee, itu dia udah usaha secepet mungkin” Kak Laras berusaha meyakinkan
“Shit! Gue udah ga ngubungin Fella hampir 3 hari, kak!”
“Yaudah,nih, gue pinjemin BB gue, tapi inget, kalo ada BBM masuk, jangan di read, trus, kalo mau buka FB ato twitter. Log out in punya gue dulu. Awas kalo dibajak. Besok pagi udah harus ada di samping tempat tidur gue!”
“Lo Kakak terbaik yang pernah ada!” sesudah Ryan membual, Laras langsung masuk kembali ke kamarnya.
                “Maaf, nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif atau berada di...tuuut” sebelum bertambah kesal endengar suara operator yang menjawab telfonnya, Ryan langsung memutus sambungan.
“Fell, kamu kemana sih beb?!” ryan menggerutu sendiri. Profil Facebook Fella sudah ia teliti satu per satu. Tidak ada update-terbaru semenjak 2 hari terakhir, tepat semenjak pertengkarannya dan fella hari itu!. Harapan terakhir, Ryan coba menyisiri Twitter, hatinya sedikit memanas melihat mention terakhir Fella, mention terakhir untuk Aldi! Dan itu masih sama. 2 hari yang lalu.
“Sipit! Kamu ngilang kemana sih!!” Ryan semakain tidak sabaran. Akhirnya ia memilih untuk log-out dari akunnya sendiri dan mencoba log in dengan akun Fella. Ryan mengecek Pesan di Twitter Fella.Ada satu nama yang membuatnya menahan geram. Aldi.
Pesan itu singkat, hanya pesan dari Aldi dan satu balasan dari Fella
Fell, lo berangkat sekarang kan?
Hati hati di jalan yaa ;)

Satu balasan yang panjang dari Fella
Iya, Di. Gue berangkat hari ini. Aldi yang baik, gue sebelumnya minta maaf. Maaaaf banget. Maaf, beneran. Tapi, gue ga tau harus gimana, dan gue rasa ini langkah yang tepat buat semua pihak, lo, gue, dan Ryan.
Ryan terkejut melihat namanya dibawa-bawa dalam pesan private ini. Ryan melanjtkan membaca
Gue Cuma mau bilang, makasih buat semua perhatian lo selama ini. Gue tau maksud lo baik, itu Cuma perhatian sebagai sahabat. Tapi sayangnya Ryan ga nganggep gitu, Ryan ga suka kalau gue deket ama lo.maaf kalo lo kesinggung, gue sendiri sebenernya ngga enak bilang gini. tapi ya gimana lagi. Ryan jadi rada ngambek dan belum bisa dihubungin seharian ini. Gue yakin,lo itu sahabat yang perhatian dan pengertian. Dan tentunya lo bisa dong untuk ngerti, kalau perhatian dari lo yang baik itu perlu dibatasin dikit. Gimanapun, gue punya pacar. Dangue yakin, itu ga enak banget buat seorang laki-laki kalau ada cowok yang deket sama pacarnya. Lo cowok, ya ngertilah ya.. haha..
Thanks Di. J
Ryan tertegun, sesudahnya belum ada balasan apapun dari Aldi. Mungkin laki-laki itu sadar dan mulai membatasi kedekatannya, entahlah! Kini Ryan terfokus pada Fella. Ada yang bergetar di hatinya membaca pesan Fella ini yang terkirim 2 hari yang lalu. Ia beruntung, sangat beruntung mempunyai gadis yang sebaik hati Fella. Dalam hati ia menyesali. Kenapa 2 hari lalu ia harus bertingkah gegabah untuk tidak mau membuka pesan guna mendengar penjelasan Fella?!
Sebenarnya apa yang ia takutkan? Kehilangan Fella! Ya! Dia hanya terlalu menyayangi Fella hingga gelap mata melihat kedekatan Fella dengan laki laki lain. Ya!
“Aku kangen kamu Fell...” Ryan berbisik, seolah dengan bicara pada avatar twitter gadis oriental berjilbab itu akan ada jawaban yang didapatnya. Ia mendadak rindu mendengar suara indah itu, ia mendadak rindu menghadapi canda manja kekasihnya itu.
***
Baru 3 hari, ya, 3 hari saja.  Pagi ini Ryan samasekali tidak semangat untuk berangkat sekolah, lapar di bulan puasa seolah berlipat-lipat ia hadapi. Ia tidak hanya harus menahan nafsu makan minum. Tapi ia juga harus berlatih menjadi jomblo. Jauh di dalam hatinya, Ryan membenarkan ucapan orang bahwa “Kamu baru akan mengerti rasanya memiliki disaat kamu kehilangan” sungguh, Ryan kini membenarkan mutlak ungkapan ini. Kehilangan pacar tanpa kabar adalah hal yang tidak mudah. Apalagi bagi hubungan LDR yang sangat bergantung pada alat komunikasi. Ryan heran, kemana pacarnya ini?! Tak bisa dihubungi, FB dan Twittter sedang tidak update. Nomor HP orang tua Fella tertinggal di HP nya yang sedang rusak.
Hari-hari di sekolah terasa semakin suram. Pelajaran statistika yang mudah pun serasa lebih membingungkan dari pada pelajaran logarita bagi Ryan.
Hingga sore menjelang berbuka pun, Ryan lebih memilih hang-out di basko. Entah ia akan berselera untuk berbuka puasa atau tidak. Tiba-tiba, sekilas ia melihat ada gadis putih tingggi berjalan melewatinya. Ia yakin sekali kalau perempuan barusan adalah Fella!
“Fell!” Ryan langsung menepuk bahu gadis yang sudah mendahuluinya barusan. Gadis itu menoleh
Bukan, perempuan itu bukan fella
“maaf kak, saya salah ngenalin orang. Maaf..” Ryan kembali ke bangkunya, ah, apa rindunya sebuta ini? Hingga ia salah mengenali orang?
Ditengah sibuk dalam lamunannya, mata Ryan ditutup dari belakang. Tangan itu halus. Dari wangi parfume yang menggelitik hidungnya saja, Ryan hafal betul kalau orang yang sedang menutup matanya ini adalah fella. Tapi tidak, Ryan lebih memilih untuk tidak terlalu berharap. Dengan kasar ia merenggut tangan yang menutupi matanya itu. Mengira yang usil adalh kawan sekolahnya. Ryan langsung melirik ke belakang .
“Hay J” Ryan tetap terdiam. Mengerjapkan matanya beberapa kali takut kalau-kalau rindu ini benar-benar membutakannya.
“Fella ? ”
“Iya aku, sayang!”
“Fell! Kamu kemana ajaa?!”
 Ryan langsung menarik lengan fella agar segera duduk di sampingnya
“Kita cari tempat makan dulu, buka bareng. Mumpung aku lagi di Padang niih, aku ceritain nanti semuanya. Yuk, 15 menitan lagi buka puasa Yan” Fella langsung mengabmbil kendali situasi diatas kebingungan Ryan
Setelah sampai di Pizza Hut.
“jadi, kamu kemana aja beb? Kamu ga tau betapa aku kebingungan nyari kamu kemana mana? 3 hari Fell! Bisa-bisanya kamu ngilang tanpa kabar gitu sayang...”
“bentar beb. Kamu udah ga marah lagi?” Fella bertanya penuh selidik. Ryan hanya menggeleng, kehilangan selera untuk membahas masalah itu.
“Bagus. Jadi, sejak dua hari yang lalu itu,aku latihan paski. Latihannya di lapangan itu tuh (gue ga tau nama lapangan yang ada di padang), trus nginep d asrama haji. Peraturannya ketat yan, ga boleh bawa HP. Ini baru sekalinya boleh keluar buat main. Besok, kami yang anak paskibra udah boleh balik ke kota masing asing. Jadi tadi siang itu terakhir latihan. Dan sorenya kami bebas buat main kemana aja. Asal entar sebelum isya udah balik ke asrama lagi. Dan aku udah coba ngubungin kamu, tapi HP kamu mati. Aku PING ga di read. Lose communication, tapi aku udah harus buru buru berangkat. Jadi, ya... begitulah”
Ryan hanya mendengar dan sesekali mengangguk
“Maafin aku ya, udah childish banget cuma gara gara masalah sepele” Ryan akhirnya buka suara
“Aku yang harusnya minta maaf. Aku yang emang terlalu deket sama dia...” Fella hati-hati membahas masalah itu lagi, mencoba untuk mengingatkan Ryan tanpa harus menyebut nama yang menyebabkan pertengkaran ini terjadi
Ryan hanya mengangguk. Perempuan-nya sudah ada dihadapan sekaraang. Ia berterimakasih pada takdir tuhan yang dengan tak terduga mempertemukan, dan Ryan lebih memilih berucap “No Thanks” untuk membahas masalah itu. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, masalah itu dianggapnya selesai. Ryan kembali merasa segar. Ia lupa kapan terakhir kalinya merasa “memiliki” seindah ini. Ryan menggenggam erat tangan Fella. Ia tersenyum, matanya terus menerawang. Membayangkan betapa ia kehilangan semangat 3 hari belakangan. Dengan menggenggam tangan Fella saja ia merasa seolah ter-charge kembali.
“Yan! Malah bengong! Udah buka ini! Ayok minum!” Fella mengguncang tangan Ryan, berusaha menyadarkan. Ryan melemparkan senyum lega ke Fella. segera menyeruput jus mangga yang dipesannya. Ryan menikmati malam singkat itu di PH. Pertemuan tanpa direncanakan dan di waktu yang tepat. Ia merebas habis segala bentuk rindu, cemas,khawati, dan sayang yang tertunda ketika Fella pergi.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Dedicated for a great couple. Ryella. Ryan-Fella. Thanks for inspire me by your own truestory guys.
*etdah, lidah gue patah.
Oke, ini persembahan kecil dari kuli tinta amatiran. Beneran, amatiran banget. Ini bukan kisah nyata. Cuma aja gue dapet inspirasi event nya ya murni dari great LDR couple ini.
Ga tau deh, Fella sama Ryan bakal ngamuk gimana. Ceritanya jelek sih. Moga aja suka. Amen. Pesen gue, teteep langgeng ya teman. Pokonya gue ga bakal rela kalau kalian sampe putus! Puih! Ogah amit amit jangan sampe! Haahaa. Ini belum dapet izin dari yang punya nama buat bikin cerita, jadi, kalau kalau Fella atopun Ryan marah dan ga suka. Gue bakal dengan lapang hati nge ganti nama tokohnya. Hidup Ryella!





Read more »»