Seutas Restu
“Ma,ini foto waktu kapan?” mata bulat Rafna mengerjap lucu,
bertanya pada bundanya yang sedang memangkunya.
Hening sesaat, helaan nafas berat
terdengar dari Nadya, raut mukanya langsung berubah tidak suka.
“Maaaa....” Rafna kembali
mengguncang-guncang tangan Nadya, memaksa agar Nadya kembali bercerita
“Ini waktu...”
‘Drrtt...’
Belum lagi Nadya mulai bercerita,
handphone yang terletak dihadapannya sudah bergetar. Ia sejenak menatap layar HP itu dan langsung tak
berselera untuk menjawab.
Sepele. Masalahnya hanya sepele. Nadya
merajuk karena suaminya, lupa bahwa hari ini hari ulang tahun nya. Jangankan
kado, seuntai ucapan selamat pun tak diterimanya..
Ah, meningatnya Nadya jadi
semakin kesal.
***
Rafi kembalimerapikan ujung
rambutnya yang mengusik matanya tertiup angin. Dalam hati ia merutuki mengapa
ia tidak menghabiskan saja sekaleng minyak rambut agar rambut sialnya itu tak
mengganggu hari bersejarah baginya ini.
Sudah hampir sepuluh menit ia
berdiri di pitu rumah Nadya. Sekali lagi, ia meraba sakunya. Aman, kotak cincin
itu masih di situ. Cincin yang akan ia sematkan di jari manis wanita muslimah
pilihan hatinya. Nadya Okta Mulyani.
‘tok tok tok..’
Akhirnya kebenranian itu muncul. Rafi
mengetuk pelan tapi pasti pintu rumah yang bewarnacoklat itu. Tak lama
kemudian. Seorang ibu yang masih terlihat muda membukakan pintu dengan senyum
yang mengembang.
“Eh.. nak Rafi.. jadi juga buka
barengnya. Ayuuk, masuk. Tante udah masak makanan favorit kamu. Kata Nadya,
kamu paling suka semur ayam kan? Nah, cobain deh masakan tante kamu pasti
ketagihan!” sambutan yang hangat dan bersemangat seolah ikut mencairkan
ketegangan di hati Rafi. Ia menurut saja waktu ibu Nadya merangkulnya masuk ke
dalam rumah.
“sebentar yah, tante nyiapin meja
makannya dulu” Ibunda Nadya segera berlalu.meninggalkan Rafi yang duduk
canggung di sofa hijau empuk yang tiba tiba terasa kaku baginya. Dingin dan
cemas hati Rafi melumpuhkan kinerja otaknya untuk merasa enjoy. Keringat dingin
mulai menetes satu persatu ketika Nadya tak kunjung muncul. Nyalinya semakin
ciut. Perutnya seakan melolong memaksa agar kembali ke rumah saja. Mata hatinya
menatap memelas pada jam dinding yang masih menunjukkan setengah jam sebelum
berbuka puasa. Perutnya kembali meraung, bukan karena lapar, melainkan karena
kenop pintu kamar Nadya yang terletak tepat dihadapan bangku yang ia duduki
bergerak. Menandakan ada seseorang ada didalamnya, mungkin. Dan kemunginan ini
akan lebih baik lagi kalau Nadya berkenan keluar kamar secepatnya
Pintu kamar terbuka, bocah
berusiakira-kira empat tahun berjalan keluar.
“Hufft...” Bukan Nadya! Tapi Naifa!
Adik perempuan Nadya.
“Bang Lapiii....” bocah kecil itu
dengan riang segera menghambur ke pelukan Rafi.
“Naifa....” Rafi balas tersenyum
dan memapah Naifa agar duduk dipangkuannya.
“Naifa puasa nggak?”
“Iyaaa, Naipa puasaaa, Naipa kan
pintell...” bocah cadel itu menjawab bangga, mengacungkan kedua jempolnya ke
wajah Rafi
“beneran? Yaah, puasa ya..
padahal Bang Rafi bawain coklat loh?”Rafi mengeluarkan bungkusan coklat yang
sudah ia siapkan untuk Naifa dari saku jaketnya, melemparkan senyum menggoda
pada Naifa.
“Naipa gak puasaaaa, naipa mau
makan coklaaaaat” bocah kecil itu segera melonjak dari pangkuan Rafi dan
menyambar coklat kesukaannya.
“Bilang apa sama bang Rafi?”
Bukan! Bukan Rafi yang barusan berbicara,
mata Rafi dan Naifa serentak menoleh, mendapati gadis cantik berkerudung biru
muda dan baju gamis biru muda pula.Sudah berdiri dihadapan mereka.
“Eh, kak Nadya. Iya, makasih bang
Lapi... oiya bang Lapi, Naifa macuk dulu yaa” segera Naifa meluncur dari
pangkuan Rafi dan menyusul ibunya di dapur
Sepeninggal Naifa, Canggung itu
kembali menusuk. Rafi segera bangkit berdiri. Sungguh, Nadya selalu cantik
dimatanya, tapi pesona yang mengalir saat gadis ini bersamanya dirumah Nadya,
ada getar pesona yang hebat seakan menampar Rafi.
“N..Nad..”
“Hai, fi. Udah lama nyampe? Maaf
nunggu ya, tadi aku beres-beres kamar dulu...”
“Ngga papa kok Nad...”
Hening. Hening yang panjang.
***
“Nadya.. Rafi.. 10 menit lagi
buka, kita ke meja makan yuk” Ibu Nadya seakan malaikat karena memutuskan keheningan yang canggung antara dua
sejoli ini.
“Yuk fi!” ajak Nadya
sambilmemberikan seulas senyum
Hati Rafi kebali mencelos melihat
senyum hangat itu. Ia merasa dirinya begitu konyol karena terlihat begitu salah
tingkah. Satu sisi ia merutuki ke-salah-tingkahannya, tapi di sisi lain ia rela
untuk terus salah tingkah asalkan terus dianugrahi senyum malaikat ini. Tak ada
sedikitpun penyesalan. Yang ada hanya rasa bangga dan syukur yang tak terkira.
Hatinya semakin mantap.ia merasa beruntung mempunyai pacar pertama dan mungkin
yang terakhir, jika saja ia berhasil mendapat restu dari bunda Nadya malam ini.
***
“Nad, itu minum yang di teko,
tuangin ke gelas yah” seru bunda Nadya yang sibuk mengganti baju Naifa yang
baru saja selesai mandi
“Ia bun”
Nadya
menuangkan air teh kesatu per satu gelas yang ada di meja makan ini. Tak
terkecuali ke gelas Rafi. Tangannya sedikit gentar, cemas, dan ragu, hingga Rafi
menyodorkan gelasnya lebih dekat lagi. Tangan Nadya semakin gemetar. Ingin
rasanya Rafi menggenggam tangan itu dan menuntunnya. Tapi tidak! Rafi sendiri
yang sudah bersumpah pada dirinya untuk tidak menyentuh gadis ini sebelum ia
halal baginya.
Perlahaan,
akhirnya Nadya mampu juga menuangkan air teh itu.
“Makasih, Nad” Nadya hanya
menjawab dengan anggukan kecil yang tersipu.
***
Waktu terasa
berjalan lambat bagi Rafi, lambat sekali! Sangat lambat! Ia terus menantikan
waktu yang tepat untuk memotong pembicaraan keluarga kecil ini yang asik
membicarakan wisuda kuliah Nadya dan Rafi Bulan depan. Ya, Bulan depan mereka
sudah di wisuda, dari jurusan dan fakultas yang sama. Teknik Komunikasi UI!
Hening sejenak, munkin Nadya dan
bundanya sudah kehabisan bahan cerita. Saat inilah, saat ini waktu bagi Rafi
untuk mengutarakan perasaannya.
“Ehm, Bun”
“Ya nak?”
“Jadi... Rafi sama Nadya kan udah
jalan lamacnih bun, udah masuk enam tahun sejak kami jadian dua puluh agustus
waktu kelas satu SMA dulu..”
“terus?”
“Rafi mau minta restu bunda...”
ucapan Rafi menggantung. Menyisakan diam yang menohok dihati dua wanita di
bangku meja makan itu, Nadya dancBundanya.
“ini bukti keseriusan Rafi Bun” Rafi
menyodorkan kotak cincin yang sudah sejak awal tadi terasa memanas di saku
jeans nya.
Nadya tersenyum bahagia “alhamdulillah” bisiknya lirih dan
nyaris serempak dengan bunda.
Bunda Nadya mengannguk.
Alhamdulillah! Seutas Restu yang mengganjal di hati Rafi akhirnya terkabul!
Seutas Restu yang memacetkan peredaran darahnya. Seutas restu yang menjadikan
bernafas serasa sulit. Seutas restu yang menyebabkan lambungnya tetap bergolak
meski sudah berbuka. Seutas restu yang kini mematri kebahagiaan di hatinya.
Hari ini, 2 agustus, lamarannya diterima! Ia direstui!
***
“oooh, jadi ini foto waktu papa
abis ngelamar mama? Di rumah mama ya? Ini nenek ma? Wah, nenek cantik ya ma,
waktu muda.. eh, ini tante Naifa ya maa? Wah, Tante Naifa kecil” Rafna heboh
sendiri melihat foto yang dibidik sesaat sebelum Rafi pulang setelah mendapat
restu.
HP Nadya
kembali bergetar, dengan melirik sekilas gambar yang mengerjap-ngerjap di layar
HP nya saja ia sudah tau betul, itu Rafi, suaminya. Segera Nadya menekan tombol
merah dan mematikan HP nya. Nadya kesal dan muak. Untuk ukuran gadis yang
senang diberi surprize, Rafi tidak seharusnya melupakan hari penting ini!
“blitz” seketika lampu mati.
“Mamaaaa”
Rafna segera berteriak karena kaget
“Iya sayang,
mama disini!” Nadya menggenggam erat tangan Rafna. “Ah, ini sekringnya pasti
bermasalah lagi, papa kamu tuh, mama udah bilangin dari minggu lalu buat
benerin sekring nya tapi ditunda-tunda terus, jadi sering mati gini kan! Sabar
ya sayang, mama ngidupin sekring nya dulu keluar.” Nadya berdiri dan menuju ke
stop kontak sekring rumahnya yang terletak di luar rumah. Dengan cahaya HP yang
remang ia membuka kunci pintu segera. Saat pintu terbuka
“Happy
Birthday Nadya.. Happy birthday Nadya, Happy Birthday Happy Birthday, Happy
birthday Nadya...” lampu rumah itu langsung hidup terang benderang seiring
dengan terbukanya pintu. Nadya terpaku, kini dihadapannya ada Rafi, Bundanya,
dan Naifa.
“Maaf ya
sayang, udah bikin kamu jengkel seharian. Kami nyiapin ini khusus buat
kamu” Rafi mendaratkan kecupan kilas di
kening Nadya
“semoga, kamu
menjadi istri yang semakin sholehah dan selalu pengertian”
“Kak Nadyaaa,
Happy Birthday yaa” Naifa menghambur ke pelukan Nadya.
“Selamat ulang
tahun ya, nak” Bunda menepuk bahu Nadya
Nadya
masih hening. Ada ribuan kata cinta, haru, dan terimakasih yang bersorak di
hatinya saat ini. Tapi entah ia akan memulai dari mana. Malam ini, menjadi
malam indah keduanya bersama keluarga yang ia cintai setelah malam lamaran itu,
malam dimana seutas Restu itu mengalir.
Dedicated for
ma best frien evah {} Cikunuk! Na-de-o: Nadya. Inspirated by your true story,
when having a –break-fast-tugeder-.
Pesen gue: Nad, Fi, Ami, Abi, *cielah. Kalian jangan hobby berantem lagi
yaah... harus tetap damai. Gue sumpah kagum sama prinsip Rafi yang kata nadya
mau nunggu ampe nadya halal buat dia.
Gue kira yang begituan Cuma ada di arab-arab sono. Eh taunya temen gue~.. oiya, nama Rafna, yang dicerita ini jadi anak
kalian, gue dapet dari gabungan RAFi- NAdya. semoga 9 tahun kedepan jadi yaa
:D. Amen. Go Rafna Go Rafna Go!
Issshh..
ReplyDeletePerasaan Kenal ceritanya Nih :D
# RC_A.T4
hahaaa.. sorry ya rafii, makek namanya:D
ReplyDelete#numpanglewat
ReplyDelete