Thursday 8 August 2013

Seutas Restu (Rafna)


Seutas Restu
“Ma,ini foto waktu kapan?” mata bulat Rafna mengerjap lucu, bertanya pada bundanya yang sedang memangkunya.
Hening sesaat, helaan nafas berat terdengar dari Nadya, raut mukanya langsung berubah tidak suka.
“Maaaa....” Rafna kembali mengguncang-guncang tangan Nadya, memaksa agar Nadya kembali bercerita
“Ini waktu...”
‘Drrtt...’
Belum lagi Nadya mulai bercerita, handphone yang terletak dihadapannya sudah bergetar. Ia  sejenak menatap layar HP itu dan langsung tak berselera untuk menjawab.
Sepele. Masalahnya hanya sepele. Nadya merajuk karena suaminya, lupa bahwa hari ini hari ulang tahun nya. Jangankan kado, seuntai ucapan selamat pun tak diterimanya..
Ah, meningatnya Nadya jadi semakin kesal.
***
Rafi kembalimerapikan ujung rambutnya yang mengusik matanya tertiup angin. Dalam hati ia merutuki mengapa ia tidak menghabiskan saja sekaleng minyak rambut agar rambut sialnya itu tak mengganggu hari bersejarah baginya ini.
Sudah hampir sepuluh menit ia berdiri di pitu rumah Nadya. Sekali lagi, ia meraba sakunya. Aman, kotak cincin itu masih di situ. Cincin yang akan ia sematkan di jari manis wanita muslimah pilihan hatinya. Nadya Okta Mulyani.
‘tok tok tok..’
Akhirnya kebenranian itu muncul. Rafi mengetuk pelan tapi pasti pintu rumah yang bewarnacoklat itu. Tak lama kemudian. Seorang ibu yang masih terlihat muda membukakan pintu dengan senyum yang mengembang.
“Eh.. nak Rafi.. jadi juga buka barengnya. Ayuuk, masuk. Tante udah masak makanan favorit kamu. Kata Nadya, kamu paling suka semur ayam kan? Nah, cobain deh masakan tante kamu pasti ketagihan!” sambutan yang hangat dan bersemangat seolah ikut mencairkan ketegangan di hati Rafi. Ia menurut saja waktu ibu Nadya merangkulnya masuk ke dalam rumah.
“sebentar yah, tante nyiapin meja makannya dulu” Ibunda Nadya segera berlalu.meninggalkan Rafi yang duduk canggung di sofa hijau empuk yang tiba tiba terasa kaku baginya. Dingin dan cemas hati Rafi melumpuhkan kinerja otaknya untuk merasa enjoy. Keringat dingin mulai menetes satu persatu ketika Nadya tak kunjung muncul. Nyalinya semakin ciut. Perutnya seakan melolong memaksa agar kembali ke rumah saja. Mata hatinya menatap memelas pada jam dinding yang masih menunjukkan setengah jam sebelum berbuka puasa. Perutnya kembali meraung, bukan karena lapar, melainkan karena kenop pintu kamar Nadya yang terletak tepat dihadapan bangku yang ia duduki bergerak. Menandakan ada seseorang ada didalamnya, mungkin. Dan kemunginan ini akan lebih baik lagi kalau Nadya berkenan keluar kamar secepatnya
Pintu kamar terbuka, bocah berusiakira-kira empat tahun berjalan keluar.
“Hufft...” Bukan Nadya! Tapi Naifa! Adik perempuan Nadya.
“Bang Lapiii....” bocah kecil itu dengan riang segera menghambur ke pelukan Rafi.
“Naifa....” Rafi balas tersenyum dan memapah Naifa agar duduk dipangkuannya.
“Naifa puasa nggak?”
“Iyaaa, Naipa puasaaa, Naipa kan pintell...” bocah cadel itu menjawab bangga, mengacungkan kedua jempolnya ke wajah Rafi
“beneran? Yaah, puasa ya.. padahal Bang Rafi bawain coklat loh?”Rafi mengeluarkan bungkusan coklat yang sudah ia siapkan untuk Naifa dari saku jaketnya, melemparkan senyum menggoda pada Naifa.
“Naipa gak puasaaaa, naipa mau makan coklaaaaat” bocah kecil itu segera melonjak dari pangkuan Rafi dan menyambar coklat kesukaannya.
“Bilang apa sama bang Rafi?”
Bukan! Bukan Rafi yang barusan berbicara, mata Rafi dan Naifa serentak menoleh, mendapati gadis cantik berkerudung biru muda dan baju gamis biru muda pula.Sudah berdiri dihadapan mereka.
“Eh, kak Nadya. Iya, makasih bang Lapi... oiya bang Lapi, Naifa macuk dulu yaa” segera Naifa meluncur dari pangkuan Rafi dan menyusul ibunya di dapur
Sepeninggal Naifa, Canggung itu kembali menusuk. Rafi segera bangkit berdiri. Sungguh, Nadya selalu cantik dimatanya, tapi pesona yang mengalir saat gadis ini bersamanya dirumah Nadya, ada getar pesona yang hebat seakan menampar Rafi.
“N..Nad..”
“Hai, fi. Udah lama nyampe? Maaf nunggu ya, tadi aku beres-beres kamar dulu...”
“Ngga papa kok Nad...”
Hening. Hening yang panjang.
***
“Nadya.. Rafi.. 10 menit lagi buka, kita ke meja makan yuk” Ibu Nadya seakan malaikat karena  memutuskan keheningan yang canggung antara dua sejoli ini.
“Yuk fi!” ajak Nadya sambilmemberikan seulas senyum
Hati Rafi kebali mencelos melihat senyum hangat itu. Ia merasa dirinya begitu konyol karena terlihat begitu salah tingkah. Satu sisi ia merutuki ke-salah-tingkahannya, tapi di sisi lain ia rela untuk terus salah tingkah asalkan terus dianugrahi senyum malaikat ini. Tak ada sedikitpun penyesalan. Yang ada hanya rasa bangga dan syukur yang tak terkira. Hatinya semakin mantap.ia merasa beruntung mempunyai pacar pertama dan mungkin yang terakhir, jika saja ia berhasil mendapat restu dari bunda Nadya malam ini.
***
“Nad, itu minum yang di teko, tuangin ke gelas yah” seru bunda Nadya yang sibuk mengganti baju Naifa yang baru saja selesai mandi
“Ia bun”
Nadya menuangkan air teh kesatu per satu gelas yang ada di meja makan ini. Tak terkecuali ke gelas Rafi. Tangannya sedikit gentar, cemas, dan ragu, hingga Rafi menyodorkan gelasnya lebih dekat lagi. Tangan Nadya semakin gemetar. Ingin rasanya Rafi menggenggam tangan itu dan menuntunnya. Tapi tidak! Rafi sendiri yang sudah bersumpah pada dirinya untuk tidak menyentuh gadis ini sebelum ia halal baginya.
                Perlahaan, akhirnya Nadya mampu juga menuangkan air teh itu.
“Makasih, Nad” Nadya hanya menjawab dengan anggukan kecil yang tersipu.
***
Waktu terasa berjalan lambat bagi Rafi, lambat sekali! Sangat lambat! Ia terus menantikan waktu yang tepat untuk memotong pembicaraan keluarga kecil ini yang asik membicarakan wisuda kuliah Nadya dan Rafi Bulan depan. Ya, Bulan depan mereka sudah di wisuda, dari jurusan dan fakultas yang sama. Teknik Komunikasi UI!
Hening sejenak, munkin Nadya dan bundanya sudah kehabisan bahan cerita. Saat inilah, saat ini waktu bagi Rafi untuk mengutarakan perasaannya.
“Ehm, Bun”
“Ya nak?”
“Jadi... Rafi sama Nadya kan udah jalan lamacnih bun, udah masuk enam tahun sejak kami jadian dua puluh agustus waktu kelas satu SMA dulu..”
“terus?”
“Rafi mau minta restu bunda...” ucapan Rafi menggantung. Menyisakan diam yang menohok dihati dua wanita di bangku meja makan itu, Nadya dancBundanya.
“ini bukti keseriusan Rafi Bun” Rafi menyodorkan kotak cincin yang sudah sejak awal tadi terasa memanas di saku jeans nya.
Nadya tersenyum bahagia “alhamdulillah” bisiknya lirih dan nyaris serempak dengan bunda.
Bunda Nadya mengannguk. Alhamdulillah! Seutas Restu yang mengganjal di hati Rafi akhirnya terkabul! Seutas Restu yang memacetkan peredaran darahnya. Seutas restu yang menjadikan bernafas serasa sulit. Seutas restu yang menyebabkan lambungnya tetap bergolak meski sudah berbuka. Seutas restu yang kini mematri kebahagiaan di hatinya. Hari ini, 2 agustus, lamarannya diterima! Ia direstui!
***
“oooh, jadi ini foto waktu papa abis ngelamar mama? Di rumah mama ya? Ini nenek ma? Wah, nenek cantik ya ma, waktu muda.. eh, ini tante Naifa ya maa? Wah, Tante Naifa kecil” Rafna heboh sendiri melihat foto yang dibidik sesaat sebelum Rafi pulang setelah mendapat restu.
HP Nadya kembali bergetar, dengan melirik sekilas gambar yang mengerjap-ngerjap di layar HP nya saja ia sudah tau betul, itu Rafi, suaminya. Segera Nadya menekan tombol merah dan mematikan HP nya. Nadya kesal dan muak. Untuk ukuran gadis yang senang diberi surprize, Rafi tidak seharusnya melupakan hari penting ini!
“blitz” seketika lampu mati.
“Mamaaaa” Rafna segera berteriak karena kaget
“Iya sayang, mama disini!” Nadya menggenggam erat tangan Rafna. “Ah, ini sekringnya pasti bermasalah lagi, papa kamu tuh, mama udah bilangin dari minggu lalu buat benerin sekring nya tapi ditunda-tunda terus, jadi sering mati gini kan! Sabar ya sayang, mama ngidupin sekring nya dulu keluar.” Nadya berdiri dan menuju ke stop kontak sekring rumahnya yang terletak di luar rumah. Dengan cahaya HP yang remang ia membuka kunci pintu segera. Saat pintu terbuka
“Happy Birthday Nadya.. Happy birthday Nadya, Happy Birthday Happy Birthday, Happy birthday Nadya...” lampu rumah itu langsung hidup terang benderang seiring dengan terbukanya pintu. Nadya terpaku, kini dihadapannya ada Rafi, Bundanya, dan Naifa.
“Maaf ya sayang, udah bikin kamu jengkel seharian. Kami nyiapin ini khusus buat kamu”  Rafi mendaratkan kecupan kilas di kening Nadya
“semoga, kamu menjadi istri yang semakin sholehah dan selalu pengertian”
“Kak Nadyaaa, Happy Birthday yaa” Naifa menghambur ke pelukan Nadya.
“Selamat ulang tahun ya, nak” Bunda menepuk bahu Nadya
Nadya masih hening. Ada ribuan kata cinta, haru, dan terimakasih yang bersorak di hatinya saat ini. Tapi entah ia akan memulai dari mana. Malam ini, menjadi malam indah keduanya bersama keluarga yang ia cintai setelah malam lamaran itu, malam dimana seutas Restu itu mengalir.


Dedicated for ma best frien evah {} Cikunuk! Na-de-o: Nadya. Inspirated by your true story, when having  a –break-fast-tugeder-. Pesen gue: Nad, Fi, Ami, Abi, *cielah. Kalian jangan hobby berantem lagi yaah... harus tetap damai. Gue sumpah kagum sama prinsip Rafi yang kata nadya mau  nunggu ampe nadya halal buat dia. Gue kira yang begituan Cuma ada di arab-arab sono. Eh taunya temen gue~..  oiya, nama Rafna, yang dicerita ini jadi anak kalian, gue dapet dari gabungan RAFi- NAdya. semoga 9 tahun kedepan jadi yaa :D. Amen. Go Rafna Go Rafna Go!

3 comments: